22 Tahun Tanpa Kepastian, Pemilik Pabrik Kopi Legendaris Tagih Haknya ke Pemerintah

Keterangan foto: H. Misradi MS atau Adijan menunjukkan bukti pengajuan ganti rugi (dok. Gona).

REDELONG (GAYOExpost.com) – Pabrik Trimaju yang dikelola oleh H. Misradi MS, warga Kampung Jongok Janarata, Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah, dulunya merupakan salah satu eksportir kopi yang terkenal hingga mancanegara.

Pabrik kopi yang berada di pusat Kota Kecamatan Bandar ini pernah menampung puluhan karyawan dan menggandeng ratusan petani yang tergabung dalam kelompok tani binaannya.

Dulu, masyarakat sering melihat truk-truk besar, termasuk truk tronton, hilir mudik di pabrik tersebut untuk mengangkut biji kopi siap ekspor. Suara mesin penggiling kopi pun menjadi irama khas yang akrab di telinga warga sekitar.

READ  Rumah Warga Ludes Saat Salat Jumat, Polsek Pintu Rime Gayo Sigap Amankan TKP dan Bantu Pemadaman

Bagi masyarakat, Tri Maju bukan sekadar pabrik kopi, tetapi ikon daerah yang mempersatukan warga, karena banyak tenaga kerja dari berbagai kampung yang bekerja di sana.

Dengan kepemimpinannya, H. Misradi MS atau yang akrab disapa Adijan Tri Maju, dikenal sebagai sosok dermawan, peduli, dan memiliki jaringan relasi hingga ke mancanegara. Ia kerap membantu warga yang membutuhkan.

Namun, kejayaan itu kini tinggal kenangan. Aktivitas pabrik nyaris berhenti total akibat krisis keuangan yang berujung pada kebangkrutan.

READ  Polisi Gerebek Rumah Warga di Pintu Rime Gayo, Temukan 3 Kg Ganja Siap Edar

Misradi mengaku usahanya runtuh setelah menjadi korban pemerasan oleh kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 28 Februari 2003 di wilayah Kabupaten Bener Meriah.

Pada 11 Juni 2003, Adijan melalui Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah mengajukan surat ganti rugi kepada Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Menteri Sosial Republik Indonesia. Surat tersebut ditandatangani oleh Bupati Aceh Tengah saat itu, Drs. H. Mustafa M. Tamy, MM.

“Saya diperas Rp 500 juta. Uang itu merupakan hasil penjualan kopi masyarakat yang seharusnya dibayarkan kepada petani. Untuk itu, saya mengusulkan kepada pemerintah agar mengganti kerugian,” kata Adijan, Rabu (13/8/2025) kepada sejumlah awak media.

READ  “Polantas Aceh, Untuk Masyarakat” Polres Bener Meriah

Namun hingga kini, lebih dari dua dekade berlalu, ganti rugi tersebut belum juga diterimanya. Ia pun kembali menuntut haknya sebagai warga negara yang menjadi korban pemerasan pada masa konflik agar segera direalisasikan.

“Terkait ini, saya sudah menjumpai Kapolres Bener Meriah, Kajari, dan Dandim untuk berkoordinasi,” ungkap Adijan.

Adijan berharap ganti rugi tersebut dapat segera diselesaikan. Sebagai korban, ia mengaku sudah cukup lama bersabar menunggu pembayaran tersebut.

“Ada usaha dan keluarga saya yang membutuhkan uang itu. Usaha kami terpuruk karena modal kami sudah dirampas,” imbuhnya.

REDAKSI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *